Arti Penting Demokrasi: Mitos dan Realita Budaya Masyarakat

Blog Single

 

Demokrasi, atau 'pemerintahan rakyat' menempatkan rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertingi di dalam pemerintahan. Dengan sistem ini, maka rakyat dapat ikut serta dalam pengambilan keputusan untuk kepentingan publik.

Pemilu dan pilkada merupakan wujud nyata demokrasi yang ada di Indonesia, maupun negara lainnya. Pemilu dan Pilkada memberikan hak kepada rakyat untuk memberikan suaranya dan terlibat secara langsung dalam pemilihan pemimpin/pemegang pemerintahan baik di tingkat daerah maupun pusat. Tentunya dengan suatu tujuan yang baik demi kesejahteraan masyarakat bersama.

Pemilu secara langsung di Indonesia pertama kali dilaksanakan pada tanggal 5 April 2004 untuk memilih DPR sedangkan Pilpres dua putaran pada saat itu, Putaran pertama pada tanggal 5 Juli 2004 sedangkan putaran Kedua 20 September 2004.

Peraturan pemilu sendiri diatur dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 2017, namun perkembangan pemilu hingga saat ini belum membuat budaya buruk dimasyarakat hilang. Akibatnya banyak ditemukan kecurangan terjadi ditengah masyarakat seperti money politic dan kampanye hitam.

Kita mencoba melihat dari sisi mitos dan realita budaya demokrasi di masyarakat. Mitos sendiri adalah suatu cerita yang masih dipertanyakan kebenarannya, sedangkan realita adalah apa yang saat ini terjadi di masyarakat. Politik menjadi bumbu tersendiri dalam Demokrasi, yang dimana menjadi strategi untuk meraih kekuasaan dan simpati rakyat. Tentu jika melihat dari kacamata demokrasi harusnya masyarakat memiliki hak atas suara mereka dalam memilih pemimpin tapi menjadi mitos ketika realita budaya masyarakat justru lebih memilih untuk suaranya dibeli oleh para calon pemimpin yang berkontestasi dipemilu.

Mengutip dari tirto.id, bahwasannya menurut rilis Bawaslu, dalam pemilu 2019 terdapat 25 kasus money politic  pada 25 Kbupaten/Kota di 13 Provinsi, salah satunya terjadi di Provinsi Jawa Tengah. Mengenai permasalahan tersebut, Bawaslu melakukan usaha agar tidak terjadi money politic dengan cara menggagalkan sejumlah kasus money politic tersebut melalui Operasi Tangkap Tangan (OTT). Dalam rilis Bawaslu, sejumlah OTT money politic di Jawa Tengah tercatat 7 kasus yang melibatkan seorang Kepala Desa hingga calonh anggota legislatif.

OTT money politic di Jawa Tengah terdapat di Kabupaten Banyumas, Boyolali, Kudus, Demak, Purworejo, dan Tegal. Koordinator Divisi Penindakan Bawaslu Jawa Tengah, Sri Wahyu Ana Ningsih mengakui bahwa kasus money politic di Jawa Tengah dalam pemilu 2019 tergolong tinggi.

Adapun hukuman bagi pelaku money politic yang termuat dalam Pasal 73 ayat 3 Undang Undang No. 3 tahun 1999 berbunyi:

“Barang siapa pada waktu diselenggarakannya pemilihan umum memberi atau berjanji menyuap seseorang, baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu, dipidana dengan pidana hukuman penjara paling lama tiga tahun. Pidana itu dikenakan juga kepada pemilih yang menerima suap berupa pemberian atau janji berbuat sesuatu”.

Dalam Pasal 286 ayat 2 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menjelaskan bahwa peserta yang terbukti melakukan praktik money politic akan di diskualifikasi. Serta dalam pasal 523 ayat 1 mengancam “orang yang menjanjikan uang kepada pemilih dengan hukuman dua tahun penjara dengan denda Rp24 juta. Dan jika dilakukan di masa tenang, diancam hukuman empat tahun penjara dengan denda Rp48 juta. Sementara jika dilakukan di Hari-H, diancam hukuman tiga tahun penjara dengan denda Rp36 juta".

Mitos demokrasi menjadi sebuah cerita ketika apa yang disebut kebebasan itu menjadi sebuah hal yang dapat dibeli dan dijadikan alat praktis meraih kekuasaan. Akibatnya adalah realita budaya masyarakat yang mencerminkan kecurangan adalah hal yang biasa dan membudaya. Pemilu harusnya menjadi tolak ukur demokrasi yang baik dan beradab, dan masyarakat serta elemen politik harus menyadari hal tersebut. Arti Demokrasi sendiri harusnya menjadi penting sebagai sarana kebebasan bersuara dan berekspresi.

Penulis: Hamam Nasirudin

 

Share this Post1: