Mengenal Agama Baha’i dalam Percaturan Politik Global
Program Studi Pemikiran Politik Islam (PPI) FDKI IAIN Kudus mengadakan Konsorsium dengan mengusung tema “Agama Baha’i dalam Percaturan Politik Globalâ€, Senin, (27/02/2023).  Acara ini diselenggarakan secara daring melalui via zoom meeting dan secara luring di ruang rapat FDKI serta dihadiri langsung oleh Dekan FDKI, Dr. Siti Malaiha Dewi, S.Sos., M.Si., CIQaR, Wakil Dekan I, Dr. H. Ahmad Zaini, Lc., M.S.I., Wakil Dekan II, Hj. Farida, M.Si., narasumber Dr. Moh. Rosyid,S.Ag., M.Pd. moderator M.Hasan Syamsudin, M.I.P. beserta para dosen dan mahasiswa.
Konsorsium ini menjelaskan tentang bagaimana mengenal agama Baha’i dalam percaturan politik global, juga lembaga-lembaga dalam agama Baha’i.
Moh. Rosyid menjelaskan dalam materinya bahwa agama Baha’i dideklarasikan di Iran pada 23 Mei 1844, oleh Mirza Husein Ali Muhammad yang bergelar Baha’ullah. Abdul Baha’, pelanjut yang mengembangkan ajaran, menerima wahyu langsung dari Tuhan. Baha’i merupakan agama dari sekian banyak agama yang berkembang di 20 negara. Baha’i suatu agama, bukan aliran dalam agama. Pemeluknya tersebar di beberapa daerah di I ndonesia. Diantara lembaga-lembaga Baha’I meliputi (1) Lembaga Baha'i tingkat dunia di Haefa, Israel, (2) Majelis Rohani Nasional di tingkat negara, (3) Dewan regional Baha'i, (4) Majelis Rohani Setempat/daerah.
“Sepengetahuan saya semua agama khususnya lima yang masuk ke Indonesia harus beradaptasi dengan budaya Indonesia. Misal Islam yang dibawa walisongo harus bisa menyesuaikan dengan budaya-budaya jawa, termasuk Budha juga. Tapi kalau Agama Baha’I ini kemungkinan kecil kurang diterima di Indonesiaâ€, sanggah Budiana Setiawan.
Walaupun dalam hal budaya mungkin kurang diterima, tetapi didalam ajaran umat Baha’i lebih aman dan nyaman tanpa berpolitik. Namun biarpun tanpa berpolitik, umat Baha’I aktif dalam mencoblos pilkades hingga pilpres karena memang sudah aturan hidup di Indonesia yang demokratis ini.
“Umat Baha’i ketika meninggal dunia, ibu-ibu muslimat diundang untuk mendo’akan dengan tujuan menghormati tetangga. Ini terjadi secara alami karna memang umat Baha’i berprinsip menolong tanpa mendiskriminasikanâ€, terang Moh. Rosyid.